Review Dan Sinopsis Harry Potter And The Half-Blood Prince


Harry Potter and the Half-Blood Prince ditayangkan perdana di London pada 7 Juli 2009, dan dirilis secara luas di seluruh dunia pada tanggal 15 Juli 2009. Film ini berhasil secara besar-besaran, dan dalam lima hari penayangannya, The Half-Blood Prince langsung memecahkan rekor dengan menciptakan pendapatan senilai 394 juta dollar di seluruh dunia.



Film ini juga meraup pemasukan final 934 juta dollar secara global, dan menjadikannya selaku film dengan penghasilan tertinggi kedelapan sepanjang masa. Terlepas dari hal finansial, The Half-Blood Prince juga dinominasikan di Academy Awards ke-82 untuk Sinematografi Terbaik, dan di Penghargaan Film Akademi Inggris ke-63 masuk kategori untuk Efek Visual Khusus Terbaik, dan Desain Produksi Terbaik.



Sinopsis



Sinopsis




Lord Voldemort kali ini sudah melebarkan cengkeramannya pada dunia sihir Hogwarts ke dunia Muggle. Sementara itu, para Pelahap Maut alias Death Eaters menculik pembuat tongkat sihir, Garrick Ollivander, dan menghancurkan tokonya, serta merubuhkan Jembatan Milenium di Kota London. Voldemort kemudian memilih Draco Malfoy untuk mengerjakan misi belakang layar di Hogwarts.



Ibu Draco, Narcissa, dan Bellatrix Lestrange meminta Severus Snape untuk melaksanakan sebuah sumpah agar beliau bisa melindungi Draco dalam melaksanakan misinya tersebut. Di segi lain, Harry Potter mengawalAlbus Dumbledore untuk membujuk mantan professor Mantra Ramuan, Horace Slughorn, untuk kembali ke Hogwarts.



Di kediaman keluarga Weasley, Harry bersatu kembali dengan sahabat-sahabatnya, termasuk ada Ron Weasley dan Hermione Granger. Mereka kemudian bergegas pergi ke Diagon Alley, dan menyaksikan Draco yang sedang bareng dengan para Pelahap Maut. Harry pun meyakini bila Voldemort telah mengakibatkan Draco bagian dari mereka.



Sekolah sihir Hogwarts selanjutnya memiliki pengawalan yang sungguh ketat semoga Death Eaters tidak mampu menyusup ke dalam sekolah. Profesor Horace Slughorn risikonya kembali mengajar Ramuan di Hogwarts, dan Severus Snape kini menjadi guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Harry dan Ron lalu diminta oleh Profesor McGonagall untuk menghadiri kelas Ramun dari Profesor Slughorn.



Karena keduanya tidak memiliki buku teks Ramuan, Profesor Slughorn kemudian meminjami mereka buku Ramuan tersebut. Buku yang dipinjam oleh Harry ternyata pernah dimiliki oleh seseorang berinisial "Pangeran Berdarah-Campuran," dan isi bukunya telah dicoret-coret dengan tulisan isyarat untuk menciptakan berbagai macam ramuan, dan mantra.



Dengan buku perlindungan itu, Harry secara cepat menjadi siswa terpelajar di kelas Ramuan, dan sukses memenangkan kado cairan keberuntungan dari Profesor Slughorn. Hermione lalu penasaran dengan sosok "Pangeran Berdarah-Campuran.” Ia pun berupaya mencari literasi wacana nama tersebut di perpustakaan, tetapi tidak dapat memperoleh isyarat apapun.



Saat liburan Natal, Harry menghabiskan waktunya bersama dengan keluarga Weasley, Remus Lupin, dan Tonks. Mereka seluruhnya mendiskusikan suasana Hogwarts, yang dikala ini berada dalam posisi genting. Tiba-tiba saja, para Pelahap Maut muncul menyerang dan membakar kediaman Weasley untuk menculik Harry Potter.



Setelah dari peristiwa itu, Dumbledore mengungkapkan memori Tom Riddle, yang merupakan nama asli dari Lord Voldemort, dan Profesor Slughorn kepada Harry. Dalam memori itu, Riddle menanyakan tentang sebuah Sihir Hitam terhadap Profesor Slughorn. Namun, Slughorn mengubah memori tersebut supaya orang lain tidak mengetahui sihir hitam apa yang sedang mereka bicarakan.



Dumbledore pun menyampaikan terhadap Harry bahwa Slughorn melaksanakan hal itu karena panik bila obrolan mereka akan terungkap sebuah waktu. Jika Sihir Hitam yang mereka bicarakan dapat diketahui, Dumbledore eksklusif berkeyakinan maka hal itu mampu menjadi cara untuk mengalahkan Lord Voldemort.



Atmosfer Cerita Semakin Gelap dan Putus Asa



Atmosfer Cerita Semakin Gelap dan Putus Asa


Sekuel keenam dari franchise film Harry Potter ini memperlihatkan atmosfer yang lebih gelap, dan kelam. Jalan ceritanya cukup mencemaskan sebab bahaya yang dialami oleh Harry beserta teman-temannya semakin mendalam. Hari-hari di sekolah sihir Hogwarts yang menawan kini terasa kian putus asa dikala ancaman Death Eaters, dan Voldemort terus membayangi setiap waktu.



Sutradara David Yates, yang kembali menggarap Harry Potter, menciptakan sekolah Hogwarts nampak menjadi suram, dan lebih kosong, tidak banyak kegembiraan yang diperlihatkan di dalamnya. Lorong-lorong sekolah, yang sebelumnya dihiasi murid-murid, sekarang berganti menjadi suasana gotik yang suram juga.



Di salah satu adegan menuju simpulan, ruang makan Hogwarts, yang lazimnya nampak sarat keceriaan oleh para murid, sekarang menjadi fasilitas pengrusakan oleh Bellatrix Lestrange (Helena Bonham Carter), salah satu anggota Pelahap Maut. Semakin menuju selesai saga Harry Potter, jalan ceritanya pun jauh terasa gelap, begitu pula apa yang terjadi dalam film ini, di mana bagian kesenangan mulai sedikit sekali terlihat.



Satu yang terpenting di film ini yaitu mulai sedikit terungkapnya jati diri Voldemort, yang bernama orisinil Tom Riddle, salah satu siswa Hogwarts yang paling jenius. Maka tak aneh, ia begitu superior dalam mantra sihir, dan sebagian penyihir takut kepadanya. Oleh alasannya adalah itu juga, mereka takut bertemu, dan menyebutkan namanya, sehingga beliau lebih sering disebut dengan inisial “You-Know Who.”



Dimensi Cerita yang Cukup Menarik



Dimensi Cerita yang Cukup Menarik


Jika dilihat secara seksama, film ini bahu-membahu memiliki dimensi dongeng yang cukup menarik. Satu bab cerita berfokus dengan melibatkan antara Dumbledore, serta Harry Potter untuk mengambil memori Lord Voldemort dan Profesor Slughorn. Sedangkan bagian lainnya, mengisahkan pada dongeng romansa, yang menimpa Ron, Lavender Brown, Hermione, dan Harry Potter dengan Ginny Weasley.



Lalu, ada juga pertentangan batin yang melibatkan Draco Malfoy, yang dipilih oleh Voldemort untuk misi belakang layar di Hogwarts. Sementara itu, Severus Snape alhasil terungkap bahwa dirinya yakni sosok “Pangeran Berdarah-Campuran,” yang tertulis dalam buku ramuan pemberian dari kelas Profesor Slughorn. Bagian cerita yang lain juga tetap melibatkan para Death Eaters, yang kian berani menyerang Hogwarts.



Dimensi kisah dan masalah yang ditampilkan pada film ini tentunya menciptakan The Half-Blood Prince mempunyai opsi penceritaan yang menarik. Film ini memang terlihat semakin gelap, namun ada beberapa segi manisnya dikala The Half-Blood Prince berusaha menggambarkan nuansa romansa ke dalam sebagian jalan ceritanya.



Untuk film ini yang sepenuhnya terlihat kelam, komponen romansa tersebut setidaknya bisa memperlihatkan jeda, dan mengalihkan penonton untuk sedikit menengok urusan cinta diantara Harry, Hermione, dan Ron. Harry Potter and the Half-Blood Prince sejatinya tetap menyuguhkan cerita magis sarat daya tarik di dunia sihir Hogwarts. Namun, kali ini atmosfer cuek, kelam, dan kecemasan lebih terasa dari film sebelumnya.



Benang Merah yang Kuat untuk Sekuel Terakhir



Benang Merah yang Kuat untuk Sekuel Terakhir


Aktor Michael Gambon yang berperan selaku Albus Dumbledore, Kepala Sekolah Sihir Hogwarts, telah sungguh melekat dalam memainkan huruf tersebut. Di film ini, perannya sebagai Dumbledore harus terhenti alasannya adalah secara cerita beliau tewas oleh Severus Snape lewat mantra Kutukan Pembunuhan Avada Kedavra.



Gambon sendiri memainkan aksara penyihir klasik ini setelah mengambil alih mendiang Richard Harris, yang sebelum berperan selaku Dumbledore di Harry Potter and the Sorcerer's Stone (2001), dan Harry Potter and the Chamber of Secrets (2002). Lewat keunikannya, Gambon memainkan aksara tersebut dengan gaya yang berlawanan, dan menimbulkan Dumbledore sebagai sosok yang ikonik, serta berkesan.



Sementara itu, untuk keseluruhan faktor kisah Harry Potter and the Half-Blood Prince, film ini jauh lebih matang, dan rincian dalam mengeksplorasi atmosfer kelamnya. Semua pemain yang terlibat pun rasanya sudah solid secara alamiah, karena mereka nyatanya sudah bahu-membahu terlibat sedari awal dalam pengerjaan film ini.



Satu hal yang perlu diapresiasi yaitu abjad Draco Malfoy (Tom Felton), yang di sini ia semakin meningkat jauh lebih signifikan dari film-film sebelumnya. Sebagai seorang sosok yang sebetulnya “debu-debu,” diantara jahat, dan tidak, karakter ini ikut terlibat menjadi kelam mirip keseluruhan rancangan cerita The Half-Blood Prince.



Film ini pun secara garis besar menjadi benang merah yang apik untuk menuju konklusi ceritanya di Harry Potter and the Deathly Hallows.



Film keenam ini sudah membangun fondasi yang berpengaruh, dan mendalam untuk mengajak kita beralih lanjut ke film berikutnya, sekaligus yang terakhir di Deathly Hallows. Harry Potter and the Half-Blood Prince tetap mumpuni, dan membuat puas lewat segala apa yang disajikannya.



Sumber spurs.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama