Tidak ada yang bisa mengalahkan kedahsyatan penjualan digital. Sejak tahun 1999 aku lulus kuliah dan kemudian mulai membaca buku penjualan, strategi penjualan berkembang dengan sangat pesat. Buku pertama yang saya baca yaitu dari Hermawan Kartajaya, aku lupa judul bukunya namun isinya masih saya inget sampai kini ini.
Tahun 2008 aku banyak berpikir, mulai menyadari bahwa digitalisasi akan merubah desain pemasaran secara lazim. Prinsip dasarnya ialah, bila pasarnya berubah (alasannya adalah digital), niscaya teladan strategi pemasaran yang dipake juga akan berganti. Dan pergeseran ini sungguh aktual. Saya sungguh merasakan alasannya adalah mengalami keduanya, generasi analog dan digital.
Salah satu yang banyak mempesona perhatian aku yakni, hadirnya banyak produk-produk digital. Atau yag berorientasi digital. Beda keduanya sungguh tipis, alasannya banyak juga produk (baca : perusahaan) yang sok digital padahal bukan. Seakan digitalisasi ialah suatu kewajiban, jika tidak digital ya nggak eksis. Coba amati hasil observasi saya yang ini :
1. Digitalisasi menciptakan produk mempunyai daur hidup yang lebih singkat dari yang sebaiknya. Konsep product-life-cycle yang konvensional berubah banyak dengan percepatan pada growth. Era dulu menimbulkan daur hidup lebih landai. Sekarang? Gak lagi. Munculnya generasi ‘growth hacking’ menciptakan produk menjadi lebih singkat naek dan cepat juga drop. Ini yang menciptakan rancangan ‘branding’ tidak berlangsung dengan baik. Branding yang membutuhkan waktu lama bukan lagi menjadi prioritas. Kecuali anda mempunyai uang lebih di saku.
Masih inget Nokia? Atau masih ada yang inget produknya? Saat itu, Nokia mempunyai produk yang sangat beragam dengan fitur-fitur yang nyaris sama. Satu persatu produknya tidak lagi dipake orang. Kenapa? Karena mereka saling meng-kanibal. Produk yang membanjiri pasar membuat produk anda menjadi makin pendek daur hidupnya. Belajar dari Nokia, kalo anda membuatproduk, tentukan memiliki diferensiasi yang jelas, baik diantara produk anda ataupun dengan kompetitor.
2. Tadi aku menyinggung fungsi Brand. Apakah menghilang sama sekali? Tentu saja tidak. Kalau anda mempunyai kantong tebal, bangunlah Brand.
Di beberapa turning point, Brand akan menyelamatkan pemasaran anda.
Gampangnya begini : saat kita menihilkan kekuatan merek, maka ada 2 (dua) hal yang akan kita kerjakan. Yang pertama ialah habis-habisan di produk atau ngulik habis di sales funnel. Kalau pilihan pertama yang anda lakukan, kerjakan ‘growth hacking’. Jangan palingkan anggapan anda dari ‘growth’. Sebisa mungkin konsentrasi di tujuan anda, entah itu user acquisition (akuisisi pengguna), installs, sales atau yang yang lain. Ini berarti anda harus menghabiskan 80% waktu di core product. Anda mesti tidur, makan, minum bareng dengan produk anda. Terus pikirkan bagaimana produk anda mampu memberikan faedah yang unik kepada pasar.
Kalau anda memutuskan untuk konsentrasi di sales funnel, nguliklah sebanyak-banyaknya bauran penawaran khusus (promotion mix) yang anda bisa, atau yang anda pikir akan sebagai channel pemasaran terbaik. Lakukan split test dengan seksama dan rajin. Belajarlah copywriting. Cari winning campaign dan eksploitasi habis-habisan. Atau di luar itu. Kalau anda memiliki sales funnel lewat marketplace. Habiskan waktunya disana. Itu juga menghasilkan uang.
3. Kalau secara demografi pasar anda tidak berubah, tetapi secara behaviour pasti berganti. Digitalisasi mengganti semuanya. Lihatlah apa yang dibawa oleh anak generasi X dikala ini : gadget/gawai. Anda akan sangat terkejut dikala tahu bahwa anak-anak yang mau (atau telah) menjadi pasar anda ini sungguh sungguh demanding. Tahukah anda bila sebagian besar anak jaman kini mencari produk di sosial media? Referensi menjadi penting. Ini eranya C2C (customer to customer).
Baca Juga : Pasar Online Lokal Indonesia : Diantara Kedai Kopi dan Pemasaran Rasa Penasaran
Tiga hal ini cuma sedikit dari ribuan argumentasi mengapa anda harus memperhatikan pergeseran digital di sekeliling anda. Adakah produk yang tidak terkena imbas digital. Ada. Kebanyakan produk B2B (business to business). Produk berubah dikala ada permintaan dari customer. Tapi tidak radikal, lazimnya hanya incremental saja.
4. Jangan lupa, digital juga memotong jalur disribusi menjadi lebih pendek. Setiap supplier sekarang memiliki kekuatan yang sama untuk menjadi pedagang . Berarti, setiap pedagang memiliki potensi yang serupa untuk menjual produknya secara cepat, mudah dan murah.
Contoh kasus yang paling manis untuk hal ini adalah industri hotel. Lihat saja bagaimana online-travel-agent memangkas habis travel agent konvensional hingga banyak yang bangkrut. Belum lagi tiket pesawat yang dikala ini mampu dibeli eksklusif di website airline. Ini gangguan besar terhadap indusri pariwisata. Gangguan yang menyenangkan bagi customer sebab semakin membuat lebih mudah untuk bertransaksi.
Strategi Pemasaran Seperti Apa Yang Cocok Saat Ini?
Yang jangan kita lupa, strategi penjualan secara rancangan senantiasa diawali dengan (1) Segmenting – (2) Targeting – (3) Positioning (STP). Sesuai dengan namanya : strategi penjualan, ya harus dimulai dari pasar. Kalau pasarnya berganti, ya strateginya juga harus berubah.
Perubahan besarnya begini.
Pasar itu ada. Tapi kita dilarang kita berasumsi. Lembaga riset pasar juga banyak. Kalau anda menetapkan untuk memakai forum riset. Pastikan anda memahami betul produk yang hendak anda jual. namun mindset mesti tetap dirubah. Digital menciptakan kita bisa mengetahui pasar dengan sendirinya. Kalau anda jualan via instagram, secara natural, jika anda rubah akun menjadi bisnis, mereka akan memberitahu ke kita mirip apa demografi pasar kita. Demikian pula jika kita menetapkan untuk memperdalam pasar lewat Facebook. Secara terang, di fanpage diberitahu demografi pasar kita.
Kaprikornus bisakan Segmentasi kita geser menjadi yang kedua? Gak mampu. Profiling (Di dalam Segmenting ada Profiling) harus tetap menjadi yang utama. Tetapi caranya yang berbeda. Untuk menerima data yang akurat, anda mesti melempar gimmick apalagi dulu ke pasar. Maksudnya?
Profiling & Basis Segmentasi
Di kurun digital, data didapat tidak cuma dengan Focus Group Discussion (FGD) dari buyers saja. Atau berpendapat produk akan dibeli dengan range data konsumen yang ada di bayangan kita. Semua harus dibentuk berdasarkan data. Sedangkan data didapat bila kita telah mengawali campaign. Ingat saja, keunggulan digitalisasi ialah kita akan memiliki data akurat dari users. Tapi sesudah campaign jalan.
Dalam skala yang kecil, aku jadi inget dahulu pas maen ClickBank pernah promote Game Flight Simulator di Amerika. Karena daganggames, aku pikir pasarnya berumur sekitar 20-30an. Memang agak mahal sih ini game-nya. Harganya $120an kalo gak salah, sekali konversi dapet komisi $80, kalo ada upsell, nambah lagi $40an. Setelah dilaksanakan split test semingguan aku terkejut dengan alhasil. Ternyata pembeli terbanyak games ini justru di umur 65+. Jualannya mudah banget, kayak jualan kacang goreng. Menang banyak pada saat itu.
Jadi, basis menetapkan segmen ialah data. Tidak ada asumsi yang dipakai dan tidak ada penilaian subjektif yang nongol.
Segmentasi yang diketahui selama ini ada 3 : demografi, geografi, dan psikografi. Dengan adanya digitalisasi, prosesnya menjadi lebih mudah. Baik Google maupun Facebook menyimpan data penggunanya. Setiap aktivitas kita dimonitor terus setiap ketika. Saya gak akan bicara banyak ihwal hal ini, buka aku Google Analytics atau Facebook Audience Insights. Anda akan mengerti apa yang saya maksud.
Kesulitan penjualan konvensional yang selama ini memanfaatkan cara usang ialah untuk mengenali contoh psikografi pelanggannya, termasuk teladan beli, motivasi beli hingga dengan apa yang menyebabkan loyalitas. Tapi Google dan Facebook telah mempunyai data itu. Anda tinggal mempergunakan saja.
Targeting
Pada dasarnya, targeting yaitu menentukan segmentasi (yang telah dikumpulkan menurut common things-nya) lalu dijadikan target. Kami menyampaikan ini yaitu proses split test. Varian segmentasi yang bermacam-macam lalu masing-masing di-tes. Berbeda dengan A/B Split testing yang memvariasikan campaigns, split testing berdasarkan pasar ini diperlukan untuk dapat menerima citra keadaan pasar, tergolong buying power.
Cara simpelnya mirip ini : ambil bak segmentasi pasar yang sudah dijalankan, coba dengan lempar produk yang anda punya kemasing-masing market. Perbedaan fundamental yang terjadi yakni bahwa produk yang dilempar mungkin saja sama, tapi dengan pendekatan (angle) yang berlawanan. Disini kekuatan copywriting melakukan pekerjaan . Mengenai ini aku akan tulis di potensi lain.
Positioning
Pertanyaan besarnya yaitu : apakah memungkinkan kita melakukan positioning lewat proses digital? Jawabannya : Bisa. Hanya dengan cara berpikir yang berlainan.
Sekarang sudah tidak mampu lagi menciptakan suatu positioning berdasarkan kepada produk atau diferensiasi semata. Oke, jikalau produk anda memiliki keunikan yang positif-aktual tidak dimiliki oleh produk sih boleh saja. Tapi ketika ini menjadi susah alasannya adalah kompetitor mampu menjiplak produk anda kapan saja. Kaprikornus bagaimana mengungguli ‘mindshare’ dari konsumen?
Caranya :
1. Punyai keunikan yang luar biasa pada produk anda. Tujukan pertanyaan ini ke diri anda sendiri : kenapa aku mesti berbelanja produk anda? – jika jawabannya masih : sebab produk saja lebih cantik dari lainnya, atau produknya lebih besar atau lebih cepat atau lebih berwarna; maka anda sedang berada dalam duduk perkara yang sungguh besar. Berarti produk anda biasa saja.
2. Nah solusinya ada disini : punya produk yang umum saja tidak duduk perkara di masa digital. Tapi anda mesti memiliki copywriting yang hebat. Ingat selalu, bahwa positioning itu yaitu mengungguli asumsi konsumen, mindshare yang dibidik. Dan yang menyenangkan, pikiran itu bisa sungguh subjektif. Maksudnya?
Begini.
Pikiran melakukan pekerjaan berdasarkan panca indera. Semuanya di-trigger masuk ke otak. Dalam masalah ini, yang di-trigger masuk ke otak mesti mampu dimanipulasi. Oleh siapa? Digital. Loh nipu nih, dosa dong? Kepret dah! Baca aja dulu.
3. Saya kasih acuan kecil saja. Pernah beli Chitato? Iya itu snack yang rasa gurihnya kebangetan. Kalau anda pernah beli, niscaya anda tahu jikalau kentang yang anda beli ternyata lebih minim dibandingkan dengan udara yang ada di dalam bukusannya. Pikiran anda di-drive untuk membali barang yang ternyata isinya tidak seberapa. kebayang gak jika Chitato itu bungkusnya persis sama dengan isinya? Nobody will buy.
Mata kita diselewengkan dengan bungkusan yang besar. Padahal isinya angin saja. tetapi kita tetap saja beli. Ini terperinci bukan nipu, karena kita sudah tau resiko barang yang kita beli.
Positioning pun sama. Jangan lupa ini era digital. Ketika semua mampu dimanipulasi oleh script atau oleh program komputer. Dalam hal ini gak perlu deh melibatkan yang susah-susah. Positioning anda sangat sungguh tergantung dari copywriting anda.
Kesimpulannya bagaimana?
Buat anda mampu bertahan di abad digital ini, hanya ada 2 (dua) landasan taktik penjualan saja yang mesti dikerjakan : 1. Lakukan seluruhnya menurut data, dan 2. Perhebat kesanggupan copywriting tim anda. Itu saja.
PS : jikalau anda gak mudeng baca tulisan ini, disarankan untuk membaca lagi dua kali. jika masih gundah juga, baca ketiga kali. Kalau gak ngerti juga, tulis di kolom komentar yang anda gak ngerti. Nanti saya jawab pertanyaannya.
Sumber mesti di isi