Lima Langkah Mentransformasi Perusahaan Menjadi Lebih Digital

Menjadi suatu perusahaan di masa digital seperti kini ini tidak lah gampang. Tetapi sekali lagi, tidak juga sesulit menciptakan pesawat bisa terbang. Banyak sekali perusahaan yang masih belum menyadari bahwa potensi di pasar online sedemikian besar. Ini bisa dilihat sebagai peluang, namun juga sekaligus sikap pesimistis industri yang terlalu silau dengan kemegahannya sekarang.


Perubahan fundamental pada market telah tampakdengan terang. Pemasaran konvensional tidak akan mampu menjangkau perlakuan pelanggan yang jago digital. Terdapat beberapa perbedaan sikap mendasar yang mesti diperhatikan. Nah, yang paling mengena yaitu saat pasar tidak lagi dapat disentuh dengan kasat mata. Diantara perusahaan dan market, terdapat suatu alat/device yang berbentukkomputer atau tablets atau smartphones. Ini jelas merubah landscape.


digital company photo
Photo by Georgie Pauwels

Perusahan sikap yang didasari oleh teknologi ini harus disikapi bijaksana oleh perusahaan. Lambat laun, generasi Walkman, Mesin Ketik, Mario Bros akan digantikan oleh super generasi yang terkoneksi satu sama lain. Ketika koneksitas ini sudah terjalin, perjalanan panjang dunia advertising akan merubah bentuknya menjadi lebih personal dan sungguh sungguh targeted. Perusahaan yang menyaksikan kesempatan akan menuntaskan ini dengan baik, sementara yang masih rabun ayam akan tertinggal dengan berhasil.


Di Amerika, spending perusahaan pada iklan digital kian membesar dari tahun ke tahun. Perusahaan periklanan besar, kini mulai melirik media online selaku jalur untuk mendekatkan klien dengan konsumennya. Hanya alasannya adalah mereka tidak memiliki wawasan basic perihal digital, rekrutmen langsung dari sekolah yang menawarkan talents di bidang IT menjadi pilihan yang umum. Sayangnya, perusahaan yang memiliki pemikiran demikian justru akan jatuh ke dalam jebakan. Pemasaran digital ternyata tidak semudah itu. Dibutuhkan kebutuhan dasar mengenai tracking, analisa data dan traffic, optimasi campaign dan aneka macam perkiraan Yield Management.


Dimasa sebentar lagi, televisi akan segera mereposisi dirinya. Biarpun didukung oleh data dari AC Nielsen contohnya, tetapi tetap tidak bisa mencegah pemirsa untuk mengubah channel pada saat keluar spot iklan. Televisi berbayar akan merajalela dalam bentuk yang lain. Pemikirannya simpel. Televisi umumtidak ada data pemirsa yang akurat. Televisi berbayar dilai pihak, terdapat data konsumen yang bisa dimasak. Ada data berarti iklan bisa tertarget. Tertarget berarti presisi. Akurat mempunyai arti nggak wasting money.


Kaprikornus, hal pertama yang mesti dilakukan oleh perusahaan yaitu merubah mindset nya menjadi lebih digital. Tidak ada lagi below the line (offline) atau above the line (broadcast). Sekarang advertising justru – In the line. Harus mengalir mirip air dengan memperhatikan arah cuaca (baca : pasar). Tidak boleh keluar dari line, harus terkoneksi, terlibat eksklusif bahkan berupaya men-strecth line yang ada melalui kemampuan booming advertising kita.


Hal kedua, setelah merubah mindet, mulailah berubah tampang. Dari offline channels ke digital channels. Explore banyak sekali susukan yang mempunyai traffic banyak di internet. Pelajari tracking dan perkiraan ROI campaign yang dibentuk. Seharusnya digital campaign jauh lebih mudah diperhitungkan dibandingkan dengan advertising melalui media konvensional. Contohnya gini, iklan perusahaan di radio. Bagaimana mengkalkulasikan ROI-nya? Complicated. Apalagi jika kita menambahkan Public Relation dalam seni manajemen yang kita buat. Bagaimana mengkalkulasikan ROI dari postingan di advertorial di koran? Bisa, namun tetap saja perhitungannya tidak seakurat digital marketing yang sistem tracking visitor dan sales-nya tercatat terperinci.


Ketiga, kini bukan lagi jamannya broadcast campaign. It is now turning into perorangan conversation. Beberapa referensi menyebutnya selaku relationship-based marketing. Tidak mampu lagi membuat one-off generic campaign dan dibroadcast ke semua segmen pasar. Bertarung disitu sama saja bertarung dengan kabut. Tidak kepegang. Tetapi ajaran gres pemasaran digital mengharuskan untuk lebih real-time, melalui multiple channels (dengan multiple campaigns) dan kesanggupan untuk mengganti campaign disesuaikan dengan perilaku pelanggan dan segala gejalanya. Tidak mampu tidak, ya harus dengan teknologi.


Perihal keempat yaitu perubahan dari harap-harap khawatir, ke acuan testing, testing dan testing. Saya sebut harap-harap cemas karena marketer acap kali harus menjadi sungguh khawatir akan acara pemasaran yang dijalankannya. Berharap audience yang mirip sasaran, berharap tingkat mutu campaign yang mumpuni, berharap keajaiban kalau event tidak berjalan dengan baik. Well, lupakan itu semua. Di era digital, tidak ada lagi berharap. Yang ada yakni testing, testing dan testing. Lakukan percobaan terus menerus kepada campaign yang kita buat. Optimalisasi lewat, bahkan tittle atau header atau banner display mesti didasarkan kepada data. Keunggulan setiap campaign harus dipecah rata dengan data-data akurat di setiap elemennya. Hanya dengan cara ini akan dikenali campaign mana yang sukses dan mana yang harus ditutup. Disini tugas multiple channels yang dibawakan sebelumnya.


Kelima, meningkatkan secara optimal digital campaign dengan memperbesar channels. Igor Ansoff, salah satu Bapak taktik bisnis dunia, menegaskan bahwa untuk penetrasi pasar gres, diharapkan produk yang baru atau turunannya. Saya bilang, dengan rasa hormat, Ansoff tidak mengetahui konsep digitalisasi. Produk baru akan memakan waktu yang usang. Bahkan product developement akan menentukan proses yang rumit dan penuh birokrasi (terutama di perusahaan besar). Tetapi sebetulnya, dengan memindahkan channels, kearah yang lebih digital kemudian mengeksplorasi setiap channel dengan data, akan mampu memunculkan jenis pasar baru. Demand baru. Nah, seruan gres macam ini, tentu saja harus diperlakukan dengan gres pula. Terutama jika channel baru tersebut membesar dan mempunyai prosentase yang signifikan dalam pemasaran.


Kelima langkah ini mampu selaku dasar perusahaan untuk mentransformasi dirinya menjadi perusahaan yang mempunyai tingkat sustainabilitas yang tinggi melalui teknologi. Hanya saja, yang harus senantiasa dikenang adalah : teknologi memiliki daur hidup yang sangat cepat. Akan senantiasa timbul teknologi gres dengan tingkat kecepatan, keakuratan dan kemampuan sempurna guna. Agar perusahaan tidak berpacu dengan hal ini, tentukan proses transformasi berjalan dengan cepat dan tidak bertele-tele. Diperlukan pemimpin yang mempunya visi digital untuk seperti ini. Saya pernah menyebutkan, pemimpin jenis ini memiliki jiwa blusukan. Digitally blusukan.



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama