Menjadi Dosen Dan Internet Marketer, 2 Hal Terbaik Yang Aku Peroleh

Beberapa hari lalu saya agak tersiksa dengan status yang di share di Facebook oleh beberapa teman baik aku tentang dosen. Intinya begini, dosen cuma berpatokan terhadap teori dan jarang yang praktek ilmunya. Khusus mengenai internet marketing, bahkan katanya banyak dosen yang yang ngajarin ecommerce tapi tidak pernah membeli online. Hiks.


Saya tidak bisa mengamini ataupun saya juga gak bisa menolak asumsi tersebut. Prototype seorang dosen yang senantiasa berkutat dengan buku dan rancangan selalu akan ada. Banyak film, bahkan buatan Amerika, yang senantiasa mengedepankan seorang dosen yang sedang sibuk di lab atau bahkan di perpustakaan. Saya yang dosen, pada risikonya senantiasa dihubungkan dengan pandangan sama.


Begini, peran seorang dosen itu ada tiga. Pertama, ngajar. Percaya deh, tidak semua yang berprofesi dosen bisa mengajar. Bukan cuma mengajar mirip yang diharuskan, atau mengajar yang cocok dengan SOP. Artinya gini, mengajar dalam arti yang bantu-membantu. Mengajar yang betul-betul menciptakan orang lain menjadi paham, mengetahui, terinspirasi dan mengaplikasikan ilmunya. Halangan pertama seorang dosen yang mengajar ialah, banyak dosen yang sudah terjebak oleh rutinitas. Seakan mengajar setiap minggunya adalah kegiatan rutin yang mesti dilaksanakan. Jadinya, aktivitas mencar ilmu mengajar menjadi boring dan tidak terkontrol. Dosen lupa, bahwa materi asuh sebaiknya di update dengan kemajuan jaman. Powerpoint yang telah dibentuk bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah.


Baca Juga : Tantangan Terbesar Abad Ini Untuk Pemasar (Online dan Offline) Itu Bernama : Product Development!


Satu hal yang mesti dikunci yaitu, bahwa mengajar itu harus dari hati. Bukan duduk perkara transfering knowledge, tetapi bagaimana kita menyebarkan dengan mahasiswa wacana pengalaman, buku yang sudah dibaca sampai dengan memilah dan memilih hal-hal kecil yang mampu menjadi pandangan baru bagi mahasiswa. Dulu aku didoktrin, bahwa menjadi seorang dosen itu mesti pinter dan unggul segalanya. Setelah menjadi pengajar, ternyata bukan itu yang diperlukan. Justru lebih penting bila kita mengedepankan hati pada saat mengajar. Membawa dongeng humanity dan empathy ke ruang kelas. Mahasiswa mesti mengetahui jikalau dosennya bukan insan super yang serba benar, namun manusia biasa yang berbuat salah juga. Tapi kesalahan pun harus mampu menjadi dongeng indah yang memberi ide. Weiss..


dosen
Gmbar : graphicstock

Saya tidak juga menyangkal bahwa banyak rekan saya sesama dosen yang mempunyai ilmu tinggi namun tidak pernah mengamati lingkungan sekitarnya. Maksudnya begini, jikalau kita ngajar marketing, ya amati dong lingkungan sekitar pemasaran. Ketika di jalan atau sedang nongkrong di Starbucks, seorang dosen penjualan ya musti keluar trigger bagaimana mampu pemasaran membantu sebuah bisnis menjadi sedemikian besar.


Dosen yang bagus adalah dosen dengan rasa ingin tahu yang besar, bukan rasa lebih tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu ini yang akan memicu update materi ajar. Saya sendiri gak pernah punya bahan asuh. Jangan salah paham. Bukan mempunyai arti gak mengikuti SAP atau kurikulum. Itu harus. Maksud saya, aku lebih senang tidak membawakan materi dalam powerpoint mirip dosen lainnya.


I draw. Yup, I draw things. Ketika saya mengajar, aku lebih banyak menggambar, entah diagram, tabel, bentuk, flow dan yang lainnya. Buat aku, menggambar materi mata kuliah di kelas jauh lebih menggembirakan dibandingkan dengan cuma berpatokan terhadap powerpoint. Ini penting, alasannya adalah mengajarpun mesti menggembirakan, bukan hanya buat mahasiswanya saja, namun juga buat dosennya. Selain itu, update keilmuan yang saya bawakan bisa menjadi lebih longgar, sebab saya bisa menggambar apa saja yang saya mau. Note : saya bukan jago gambar.


Gambar : Graphicstock

Tugas dosen yang kedua adalah penelitian. Sama seperti klarifikasi di atas, observasi mesti berdasarkan dari curiousity seorang dosen. Hanya memang, banyak aturan yang mesti dipenuhi dalam observasi ini. Saya gak akan diskusikan disini deh, nanti malah jadi postingan yang mboseni. Biarlah kami, dosen, yang tau betapa penelitian ini penting buat kami. Yang mesti diketahui ialah, bahwa observasi seorang dosen umumnya bermula dari fenomena yang terjadi di luar sana.


Hasil dari penelitian ini pada jadinya dicetak dan banyak yang jadi buku. Nah, jadi, setiap teori yang ada di buku, itu ialah hasil penelitian apa yang terjadi. Kalau dosen berbicara mengenai teori, bekerjsama beliau berbicara wacana insiden atau fakta yang telah terjadi dan ditarik kesimpulan dalam beberapa kalimat. Permasalahannya yakni, tidak semua dosen mengerti betul implementasi dari goresan pena yang ada di buku. Mengutipnya gampang, tapi aplikasi, itu laen kisah.


Ketiganya, dosen mesti melakukan dedikasi penduduk . Dalam arti yang sangat luas, pengabdian penduduk ini bukan hanya menjadi pak RT di lingkungan kawasan tinggal, tetapi juga diberikan potensi untuk mengaplikasikan ilmunya. Penting bagi dosen penjualan, mirip saya, untuk diberikan peluang bekerja atau memiliki bisnis yang berhubungan dengan penjualan.


Ini yang susah. Rata-rata institusi daerah dosen mengajar tidak memperlihatkan peluang kepada dosennya untuk berkarya diluar. Keabsahan dosen hanya diukur dari tulisannya di jurnal atau observasi boring yang dilakukan. Padahal dengan diberikan potensi untuk berkarya di luar, sesuai dengan bidang ilmunya, dosen akan jauh lebih terlengkapi.


Ah namun sudahlah, masih banyak kendala memang untuk menjadi dosen yang baik. Sayapun merasa masih jauh dari yang semestinya. Gembar-gembor aku bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak internet marketer biarlah tidak akan pernah berhenti. Keinginan saya agar sekolah bisnis di Indonesia mengajarkan internet marketing juga tidak akan pernah padam. Karena disitulah kurun depan ilmu pemasaran yang bekerjsama. Sungguh.



Sumber harus di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama