Perusahaan Blockchain Indonesia

Di sebuah pagi saat sedang minum kopi, aku membaca artikel yang membicarakan ihwal Perusahaan Blockchain Indonesia. Begitu tertariknya aku, dengan baterai gawai masih seratus persen, hingga men-klik tautan judul pun dijalankan. Ponsel di kanan, kopi di meja, aku membaca. Gulir, gulir, gulir … tunggu, sepertinya ada yang salah dengan isi artikelnya– kalau dibiarkan, tentu ini akan jadi bias dan miskonsepsi bagi para awam atau pemula.


Makara, mari kita luruskan.


Yang jadi fundamental ialah kita harus tahu apalagi dahulu desain dari “platform blockchain”, “project blockchain”, dan “perusahaan blockchain”. Orientasi dari “platform blockchain” yaitu para pengguna atau developers dapat membangun aplikasi terdesentralisasi dalam jaringan teknologi blockchain–NFT, misal. Untuk “project blockchain” sendiri, skup yang mencakup berhubungan dengan use case, mirip dipakai untuk autentikasi data eksklusif/dokumen, permainan, rantai logistik untuk meminimalisir kekeliruan, dan sebagainya. Sedangkan “perusahaan blockchain” yakni peluncur jaringan blockchain atau protokol blockchain yang menjadi wadah bagi developer/programmer untuk mereka membuat aplikasi terdesentralisasi. 


Dalam postingan, penulis juga menerangkan kalau perusahaan blockchain adalah entitas yang jadi pemilik jaringan blockchain. Yang mana, ini tidak benar. Blockchain merupakan jaringan terdesentralisasi, teknologi di balik Bitcoin, dan memungkinkan transaksi peer-to-peer tanpa mediator. Artinya, blockchain tidak dikuasai oleh satu entitas tertentu. Namun, terdapat Block Producers (BP) yang secara kolektif mengerjakan sistem blockchain. BP adalah pihak terpercaya yang mau bertanggung jawab untuk merawat jaringan blockchain, dalam perkara ini yakni jaringan blockchain Vexanium. BP diseleksi lewat pemungutan bunyi, akan ada persaingan ketat di antara mereka yang mencoba menjadi salah satu utusan terbaik di blockchain Vexanium.


Jika dikembalikan ke skup perusahaan, redaksi yang tepat yaitu “perusahaan software blockchain”. Biasanya perusahan atau tim ini lah yang meluncurkan jaringan blockchain atau protokol blockchain sendiri. Sebagai teladan EOS, adalah protokol blockchain yang didukung oleh perusahaan software blockchain bernama Block One. Saat ini Block One telah terpisah dari EOS, tetapi mereka tetap berbagi protokol blockchain tersebut untuk menjadi penyelesaian. Kemudian ada Ethereum yang disokong oleh perusahaan software blockchain bernama ConsenSys.


ConsenSys memungkinkan pengembang, perusahaan, dan orang-orang di seluruh dunia untuk membangun aplikasi generasi selanjutnya–aplikasi terdesentralisasi, meluncurkan infrastruktur keuangan modern, dan mengakses web yang terdesentralisasi. Produk-produk yang sudah dikeluarkan beberapa di antaranya ada Infura, Quorum, dan Truffle.


Saat ini salah satu tim pengembang blockchain dari Indonesia (atau bisa disebut perusahaan software blockchain), berkonsentrasi untuk membuatkan ekosistem blockchain adalah Vexanium Foundation. Vexanium Foundation juga mempunyai kebolehan yang sama dengan ConsenSys dan telah meluncurkan protokol blockchain bernama Vexanium di tahun 2019. Ekosistem yang terdapat dalam Vexanium Foundation ialah ada Vexwallet, Vexplorer, Smart Contract Platform, Decentralized Applications Platform, Decentralized Finance Platform, dan Vexanium Community.


Mari kita simak video berikut biar kita bisa lebih mengenal teknologi blockchain yang diluncurkan perusahaan blockchain dari Indonesia ini



 


Pada dasarnya, protokol blockchain telah bersifat open source dan global, jadi lazimnya sudah mampu digunakan oleh siapa saja di dunia secara bebas dan terbuka. Makara, Ethereum, EOS, atau Vexanium itu bukan perusahaan blockchain, melainkan protokol blockchain. Baru lalu ada beberapa pihak yang terus mengembangkan protokol tersebut seperti ConsenSys. Untuk Block One dan Vexanium Foundation, ya, mungkin gres ini yang bisa disebut sebagai perusahaan blockchain.



Sumber harus di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama