Sinopsis & Review Film Perang Black Hawk Down (2001)


Film bernuansa perjuangan para militer di medan tempur memang telah banyak, namun Black Hawk Down pasti akan menjadi salah satu film terbaik di genre ini. Black Hawk Down diangkat dari novel non fiksi dengan judul yang sama tahun 199 karya jurnalis Mark Bowden. Disutradarai oleh Ridley Scott dan skenarionya ditulis oleh Ken Nolan, film ini mendapatkan rating 76% dari 174 review di Rotten Tomatoes.



Operasi untuk menangkap seorang pimpinan militan bernama Mohamed Farrah Aidid justru berakhir menjadi bencana besar. Misi yang dikerjakan secara diam-diam yang dilakukan oleh pasukan Amerika, menerima perlawanan sengit dari milisi dan sipil Somalia. Mereka terjebak dan diberondong dengan peluru, hingga dua helikopter Black Hawk ditembak jatuh.



Apakah para prajurit Amerika ini bisa kembali ke markas dengan selamat? Jangan hingga ketinggalan, kau akan menerima penjelasan lengkapnya di bawah ini.



Sinopsis



Sinopsis



  • Tanggal Penayangan: 28 Desember 2001

  • Genre: Drama History, War, Action

  • Sutradara: Ridley Scott

  • Pemeran Utama: Josh Hartnett, Eric Bana, Ewan McGregor, Tom Sizemore, William Fichter, Sam Shepard

  • Produksi: Columbia Pictures, Revolution Studios, Jerry Bruckheimer Films, Scott Free Productions



Berada di tengah-tengah perang saudara Somalia pada tahun 1993, PBB mengesahkan operasi militer untuk mempertahankan perdamaian. Pasukan perdamaian ditarik mundur, tetapi milisi pendukung Mohammed Farrah Aidid justru menyatakan perang. Presiden Clinton yang menjabat pun menyikapi dengan menunjukkan perintah penangkapan Aidid.



Angkatan Darat A.S. 75th Rangers, operator anti-teroris Delta Force, dan penstang ke-160 SOAR - Night Stalker diantarke Mogadishu. Di tengah-tengah itu pasukan milisi Aidid menyabotase semua pemberian Palang Merah pada penduduk untuk membuat mereka takut dan Selatan tunduk padanya. Pasukan PBB tidak mampu melaksanakan intervensi, meski penduduk ditembaki oleh milisi Aidid.



Di luar itu Ranger dan Delta Force ternyata sukses menangkap Osman Ali Atto yang menjadi pemasok kehidupan dan senjata bagi milis Aidid. Amerika kemudian membuat misi penangkapan pada Omar Salam Elmi dan Abdi Hassan Awale Qeybdiid penasihat Aidid. Mereka menggerakkan pasukan elite dan pasukan gres dalam misi ini.



Sersan Staf Matthew Eversmann menerima perintah memimpin pasukan untuk pertama kalinya. Eversmann sempat di olok-olok rekannya alasannya adalah menghargai Somalia sebagai negara yang tidak mujur. Tugas ini menjadi tugas pertama bagi PFC Todd Blackburn dan petugas meja SPC Grimes. Semua pasukan bersiap, meninggalkan perlengkapan yang dianggap tidak penting alasannya adalah peran ini berjalan selama satu jam.



Operasi dimulai, Delta Force berhasil menangkap para penasihat Aidid di dalam gedung yang ditargetkan. Para Rangers turun, Helikopter Black Hawk yang sedang menurunkan tentara hampir tertembak RPG.



Prajurit gres Blackburn terluka parah karena jatuh dari ketinggian, Sersan Staf Jeff Struecker dilepaskan dari konvoi untuk mengantarBlackburn ke bandara Mogadishu. Milisi dan sipil Somalia menggila, mereka memberondong tentara hingga SGT Dominick Pilla tewas dan Black Hawk Six-One ditembak jatuh.



Pilot CWO Clifton “Elvis” Wolcott dan co-pilotnya mati di daerah dan dua kru lainnya terluka, satu penembak jitu Delta Force di kapal sempat lolos dalam helikopter Little Bird MH-6. Seluruh pasukan dialihkan untuk melaksanakan misi penyelamatan di lokasi jatuhnya Super Six-One.



Milisi Somalia melaksanakan blokir jalan, sehingga kolom Humvee LTC Danny McKnight tidak dapat menjangkau lokasi. Mereka bertahan di kawasan sambil mengamankan diri dan merawat tentara yang terluka. Di sisi lain dua Rangers Chalks dan unit Evermann tiba di lokasi jatuhnya Super Six-One, mereka memasang perimeter pertahanan dan mengevakuasi korban.



Tak lama dari misi itu, Helikopter Super Six-Four yang di poloti CWO Michael Durant tertembak oleh RPG dan jatuh. Seluruh pasukan AS terdesak, tidak ada satu pasukan yang mampu bergerak ke jatuhnya Super Six-Four. CPT Mike Steele Rangers berusaha mempertahankan pasukannya yang terluka berat, hingga dua sniper Delta Force meminta izin turun.



SFC Randy Shughart dan MSG Gary Gordon turun menciptakan perimeter pengawalan Super Six-Four dan memperoleh Durant masih hidup. Tak lama situs ini diserang oleh para milisi Aidid dan sipil Somalia, mereka secara membabi buta menembak ke arah helikopter. Dua anggota Delta Force Gordon dan Shughart gugur dan menyisihkan Durant yang akibatnya dijadikan sandera.



Kolom McKnight mengerahkan segala perjuangan untuk mencapai lokasi jatuhnya Super Six-One dan kembali ke markas mengirim tentara yang terluka. Mereka kembali melakukan misi penyelamatan, mengekstrak Rangers dan pilot yang jatuh. MG Garrison mengantarLTC Joe Cribbs meminta pinjaman dari 10th Mountain Division dan pasukan yang lain dari koalisi PBB.



Suara Adzan Maghrib berkumandang, seluruh milisi dan sipil Somalia menghentikan acara mereka dan mulai beribadah. Hal ini dipakai oleh pasukan Amerika untuk beristirahat dan menghimpun sisa tentara yang tersisa. Serangan terjadi ketika milisi Aidid melihat salah satu serdadu berusaha berlindung di dalam gedung.



Mereka kembali menyerang pasukan Eversmann yang terjebak di lokasi jatuhnya Super Six-One. Bala bantuan datang, helikopter AH-6J Little Bird melaksanakan serangan pada milisi yang berada di atas gedung. 10th Mountain Division sukses hingga ketempat bareng konvoi, mereka memindahkan pasukan yang terluka. Karena muatan terlalu penuh, beberapa Rangers dan Delta Force mesti berlari dari lokasi menuju zona aman ialah Stadion Pakistan.



Membawa Penonton Merasakan Ketegangan di Medan Perang



Membawa Penonton Merasakan Ketegangan di Medan Perang


Sejak pertama kali saya menonton film ini, saya langsung terpana dan hanyut dalam cerita perjuangan para serdadu di medan perang. Padahal dikala itu saya tidak menontonnya di bioskop, tetapi di salah satu televisi nasional Indonesia. Karena ingin lebih menikmati film ini, aku pun kembali mengulang menontonnya di Netflix.



Jujur aku sangat tertarik dengan cara pengambilan gambar dan akting dari semua pemainnya. Ada beberapa nama besar dalam film ini, termasuk Orlando Bloom, Eric Bana dan William Fichtner. Mengangkat operasi The Mogadishu Mile tahun 1993, film ini memang berhasil membius penontonnya untuk mampu menghargai usaha para tentara dan well done Ridley Scott.



Pasalnya Black Hawk Down ini mempunyai kisah yang sungguh ringan, konfliknya di suguhkan dan diterangkan dengan cukup baik dan sederhana. Hal yang membuat banyak orang terpukau ialah penggambaran suasana perangnya sungguh-sangat bagus. Dimana kita mampu merasakan bagaimana tegangnya memegang senjata laras panjang, berlari dan bersembunyi mempertahankan hidup mereka.



Jatuhnya Super Six-Four yaitu momen paling dramatis sebab dua penembak jitu Delta Force secara sukarela turun untuk menyelamatkan kru. Sersan Utama Gary Gordon dan Sersan Kelas Satu Randy Shughart keduanya tewas dalam baku tembak. Pilot Super Six-Four ialah Michael Durrant yang selamat mesti menyaksikan dua rekannya mati sehabis berupaya menyelamatkannya.



Tidak terkesan jingoistik dalam film ini, bisa dikatakan bahwa keduanya terlihat berpengaruh dan lemah dalam faktor berlainan. Apa yang terjadi, kenapa terjadi dan apa yang dilakukan semuanya tersaji dengan pengambilan gambar dan suasana yang baik. Kengerian yang membuat jiwa tentara ini bergetar ketakutan ditampilkan secara masuk akal tanpa ingin meninggikan dan menjual kesan memasarkan.



Editing yang sangat baik menciptakan para penonton film ini mampu merasakan kengerian setiap detiknya. Setiap momen ditampilkan dengan cara yang berkelas tetapi dengan tingkat ketegangan yang tinggi. Meski imbas CGI tembakan yang tampakamatir dan beberapa agak berlebihan, tetapi tidak terlalu menjadi duduk perkara alasannya keseluruhannya sudah baik. 



Kutipan paling membekas bagi aku, bukan harapan menjadi seorang pendekar tapi perintah yang mesti dijalankan dan dituruti. Dialog yang dibilang oleh SFC Norm Hoot. “masih ada rekan kita disana.. mereka tidak akan paham.. mereka tidak akan paham kenapa kita melaksanakan ini. Mereka takkan paham ini soal rekan disamping kita. Hanya itu, itu saja”.



Ini ialah naluri dan rasa setia mitra yang memang selalu ditanamkan pada para serdadu, bukan menjadi seorang hero. Tapi dikala peluru melewati kepala mu yang paling penting adalah laki-laki disampingmu dan tidak ada yang ditinggalkan. Saya juga senang karena sutradara dan pengarah camera memang sungguh fokus pada detail-detail kecil dengan visual yang halus dan menegangkan.      



Saya sungguh berterimakasih pada sutradara Ridley Scott, penulis skenario Ken Nolan dan tim editing yang ingin menciptakan film ini totally war movie. Dibanding menuangkan ego film yang hanya memiliki bagian menjual, mereka justru menawarkan bahwa ketegangan dan sejarah yakni modal utamanya. Meski sejarah yang ditampilkan tidak sejarah seutuhnya dan beberapa adegan agak di dramatisir.



Bahkan bagi aku tidak ada yang mampu mengalahkan Black Hawk Down karya Ridley Scott dalam genre ini. Tidak mirip Behind the Enemy Line (2001) yang terkesan jingoistik dimana seorang prajurit Amerika ialah tentara terbaik. Film ini dengan gamblang menunjukkan bahwa prajurit Amerika juga mampu merasakan kekalahan yang memalukan. 



Ketidak Akuratan Film dengan Kenyataan



Ketidak Akuratan Film dengan Kenyataan


Black Hawk Down ini ternyata tidak lepas dari kontroversi yang menimpanya. Pasalnya film ini sesungguhnya diangkat dari novel berjudul sama Black Hawk Down karya seorang jurnalis Mark Bowden. Dimana dalam buku ini menuliskan perasi “The Unified Task Force” tahun 1993 untuk menangkap pemimpin faksi Somalia Mohamed Farrah Aidid.



Pertempuran yang terjadi di Mogadishu ini terjadi antara serdadu pasukan Amerika dan milis Aidid. Dimana dua helikopter AS UH-60 Black Hawk ditembak jatuh dan diupayakan operasi evakuasi. Didalamnya terdiri dari Army Rangers, 160th Special Operation Aviation Regiment, 10th Mountain Division, Delta Force dan Navy Seal dan pasukan PBB.



Dalam film Black Hawk Down, memang menceritakan bencana yang menciptakan banyak tentara AS berguguran. Namun dikutip dari Real Clear Defense, dalam peristiwa aslinya terdapat pasukan dari Malaysia dan Pakistan yang melaksanakan konvoi penyelamatan. Konvoi ini memang menjadi sangat berbahaya, alasannya adalah keganasan dan jumlah pejuang Somalia yang sangat banyak.



Dalam evakuasi ini mitra koalisi dari Malaysia kehilangan dua prajuritnya yang tewas dan tujuh orang luka dan beberapa orang Pakistan juga mengalami luka-luka. Pejabat Militer Malaysia yang pasukannya terlibat dalam peperangan ini mengadukan ketidak akuratan film ini. hal serupa diserukan oleh Jenderal Pavrez Musharraf yang menjadi presiden Pakistan.



Ia menyebutkan bahwa film ini seakan tidak memuji pekerjaan yang telah dijalankan oleh tentara Pakistan. Dikutip dari Wikipedia, Musharraf memberikan keprihatinan dalam buku otobiografinya In the Line of Fire: A Memoir. Dalam buku itu ia mengungkapkan bahwa pasukan Pakistan dan Malaysia yang membantu pasukan Amerika terbebas dikala berada di Madina Bazaar. Ia menyangka kenapa film Black Hawk Down hanya menggambarkan pasukan Amerika saja.



Salah satu peristiwa vital yang tidak sesuai dengan realita yaitu dikala terjadinya “Mogadishu Mile”. Dimana dalam film, konvoi meninggalkan pasukan Delta Force dan Rangers untuk berlari menuju ke stadion Pakistan. Kenyataannya kejadian itu tidak sepenuhnya benar mirip yang di gambarkan dalam film Black Hawk Down. 



Para pasukan tidak berlari dalam formasi acak, mereka berjalan cepat dalam formasi taktis sekitar satu mil untuk hingga ke konvoi yang menanti. Tidak ada yang berlari ke kota Mogadishu Mile, tetapi itu yaitu titik temu dengan tank Pakistan dan 10th Mountain yang menjinjing orang-orang TRF ke stadion.



Penggambaran Somalia yang Tidak Manusiawi



Penggambaran Somalia yang Tidak Manusiawi


Selain protes yang tiba dari dunia militer, protes pun tiba dari penduduk Somalia yang merasa sangat dirugikan oleh film ini. Pasalnya bagi mereka Black Hawk Down sudah menciptakan mereka terkesan selaku orang yang tidak manusiawi. Mereka juga menyampaikan bahwa tidak hanya Amerika yang dirugikan, tapi Somalia juga dirugikan dengan jumlah korban yang begitu banyak.



Bahkan mereka yang menjadi korban dalam pertempuran ini bukan saja para milisi dari Aidid. Ada banyak orang renta, wanita sampai bawah umur yang menjadi korban dalam pertempuran ini. Sayangnya hal ini tidak diperlihatkan dalam film, padahal ini termasuk dalam kematian yang menyakitkan. Saya sendiri memang sempat berpikir kenapa tidak ada citra tentang Somalia dalam sesuatu yang eksplisit.



Dikutip dari Army Times, Yusuf Hassan dari BBC Somalia mengatakan bahwa penduduk Somalia digambarkan dengan cara yang salah. Menurut pemaparannya, tidak semua orang yang terlibat yaitu pendukung Aidid dan banyak dari mereka yang tidak tahu apa-apa. Banyak dari korban yang berjatuhan yaitu orang yang terjebak dalam situasi dan berupaya menjaga rumah mereka.



Mereka berpikir sedang diserang, maka dari itu mereka melaksanakan perlawanan. Namun hal ini tidak diperlihatkan dengan jelas dalam film Black Hawk Down. Jumlah maut warga Somalia dikala itu diperkirakan sampai ratusan ribu warga. Saya sendiri sebagai penonton merasa bahwa rakyat Somalia ini mampu disebut selaku orang yang “barbar”. 



Karena mereka digambarkan sebagai kaum yang membenci dan sungguh anti Amerika, pasalnya setiap tentara Amerika terlihat mereka langsung menodongkan senjata. Salah satu hal yang cukup mind blowing adalah adegan seorang anak memegang laras panjang untuk menembak prajurit Amerika. Seorang perempuan mengambil laras panjang dari korban untuk menembak prajurit yang berlari ke stadion.



Kedua hal ini secara tidak langsung menggambarkan kebrutalan dari orang Somalia. Jadi tidak ada pembatas yang terperinci antara mana milisi Aidid dan mana yang bukan, sebab ini seperti serangan dari seluruh kota. Meski begitu aku menggemari dimana Black Hawk Down tidak ikut dalam kampanye Islamophobia. 



Pasalnya dalam film ini saya tidak menyaksikan adanya pelecehan dan pelencengan agama yang ingin disampaikan oleh sutradara dan penulis. Mereka cukup menghargai dan tidak ada obrolan yang menjelekkan kaum muslim di dalamnya. Saya senang dimana mereka tidak terlampau fokus menjadikan agama sebagai sumber terjadinya peperangan. 



Mereka tidak memframe agama sebagai awal mula terjadinya dilema, justru mereka lebih konsentrasi pada milisi Aidid yang rakus dan kejam.



Berlatar pada “The Mogadishu Mile” Tahun 1993



Berlatar pada “The Mogadishu Mile” Tahun 1993


Dalam film Black Hawk Down, terdapat adegan yang sangat dramatis dimana para prajurit harus berlarian menuju stadion Pakistan. Hal ini terperinci menciptakan hati para penonton terenyuh, pasalnya mereka sudah hampir mati di serbu pasukan milisi. Alih-alih masuk dan berlindung di tank, mereka justru harus berlari sambil diberondong peluru milisi untuk menyelamatkan diri ke daerah yang lebih kondusif.



Kejadian ini disebut sebagai “The Mogadishu Mile” yang terjadi pada tanggal 4 Oktober tahun 1993. Namun peristiwa yang ditampilkan dalam film bukanlah insiden yang sungguh-sungguh terjadi. Pasalnya insiden dalam film sudah di adaptasi dan dibuat lebih dramatis lagi. Film ini berbelanja lisensi artistik dan mendramatisir adegan yang krusial itu dari buku aslinya karya Mark Bowden.



Dikutip dari Real Clear Defense, Mogadishu Mile adalah jarak yang dicapai oleh pasukan yang bergerak berlawan arah dengan stadion. Dimana stadion Pakistan ini menjadi titik pertemuan dimana APC, Tank dan kendaraan yang lain menunggu untuk menarik pasukan. Namun adegan lari yang ditunjukkan dalam film sesungguhnya tidak pernah terjadi.



Dikutip dari Wikipedia, para prajurit berlangsung dengan formasi taktis sepanjang satu mil untuk hingga ke konvoi. Karena kendaraan di isi untuk menenteng prajurit yang terluka, maka para tentara yang sehat berlangsung kaki menuju titik aman. Mereka dilengkapi pelindung dan berhenti secukupnya sebab berlangsung di kawasan terbuka yang menjadikan mereka sasaran empuk untuk di serang lawan.



Dalam legalisasi Sersan Staf Kurt Smith ke Daily Mail, mereka berlangsung dan memanfaatkan pelindung sebaik mungkin, Tapi alasannya adalah mereka berlangsung di area terbuka tetap saja ada korban, orang Somalia pun hanya ke arah mereka tanpa membidik. Makara tebakan orang Somalia ini kemungkinan secara tidak sengaja melukai para tentara atau rekannya sendiri.



Film perang satu ini memang menjadi salah satu film terbaik di genre pertempuran karya Ridley Scott. Meski terdapat kontroversi didalamnya, film ini akan membuat kamu memiliki kesadaran mengenai serdadu yang pergi ke medan tempur. 



Sumber spurs.com

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama