5 Alasan Mengapa Internet Marketing Semestinya Diajarkan Di Sekolah Bisnis Di Indonesia

Berbagai sekolah bisnis di Indonesia mulai melirik Internet Marketing selaku salah satu mata kuliahnya. Walaupun masih aib-aib, namun pergerakan mesti diapresiasi. Kalau dulu, mata kuliah yang ada paling hanya e-commerce, sekarang beberapa sekolah bisnis mulai menimbulkan mata kuliah gres, mirip : social media, web-marketing atau e-business process. Agaknya perkembangan per-internet-an di Indonesia memang tidak bisa diabaikan begitu saja.


Beberapa acuan, Prasetya Mulya Business School di kurikulum S1 Marketingnya timbul: Advanced Social Media and New Media Marketing, di sekolah bisnis gres : ESQ Business School timbul mata kuliah : Social Media. Dan ini yaitu alasan mengapa sekolah bisnis di Indonesia sebaiknya mulai memasukkan internet marketing di kurikulumnya :


business school photo



  • Saya pikir tidak perlu dibahas lagi mengenai besarnya pengguna internet di Indonesia. Di perkirakan, pada tahun 2015, akan ada 102 juta pengguna internet di seluruh Indonesia. Pertanyaannya ialah, apakah 102 juta ini akan mempunyai daya beli yang sama dengan 254 juta orang Indonesia secara keseluruhan? Apakah 102 juta pemakai internet ini, yakni pasar yang cocok untuk banyak sekali macam produk di Indonesia? Jawabannya : iya. Perubahan market, yang tadinya berjalan-jalan di mall sekarang mampu belanja online, adalah peluang yang sungguh besar. Lihat saja banyaknya platform toko online, swalayan online atau iklan baris yang sekarang ini mulai menjamur. Berniaga, Toko Bagus, Multiply, Lojai sampai dengan situs potongan harga semacam Disdus atau E-voucher berlomba-kontes menggapai pasar online dengan strategi yang berlawanan. Kondisi ini berbeda dengan 12 tahun yang lalu ketika LippoShop masuk ke pasar online dan gagal total. Saat itu market masih belum siap untuk berbelanja produk secara online. Sekarang? Yes, they are ready. Disini muncul peran sekolah bisnis, untuk membuka mata mahasiswa/anak-anak muda, bahwa dunia online, yaitu seperti dunia bisnis offline yang layak di eksplorasi.



  • Shifting market seperti di poin 1 di atas, menimbulkan banyak implikasi. Di Indonesia, product-market match yang selama ini berorientasi kepada value, sekarang mulai bergeser kembali terhadap functional. Artinya, industri kembali ke 30 tahun yang lalu dimana orang mengamati fungsi produk ketimbang value. Set back ini buka memiliki arti kita kembali ke kurun lampau, tetapi memang siklus industri akan memaksa kita kembali seperti dulu. Di Indonesia, kini ini, pola pembelian melalui internet masih barang-barang functional, belum menjamah market yang emosional atau bahkan value based product. Barang yang banyak dijual yakni barang yang terlihat terperinci ukurannya, harganya, panjang atau lebarnya, atau yang sangat terperinci pemakaiannya. Barang-barang dan market hi-end masih belum tersentuh. Persis seperti market boom di tahun 1960an. Sebentar lagi, pengajuan paten akan merajalela. Masing-masing produk akan mempatenkan proses ataupun produknya. Ini juga terjadi di kurun 1970an. The flower generation is back! Peran sekolah bisnis? Membukakan mata calon entrepreneur muda jaman kini bahwa siklus-nya berbalik. Strategi yang digunakan tidak akan sama, tetapi secara makro; mengamati dan mempelajari strategi bisnis ini bisa menghemat resiko gagal.



  • Dinamisnya market, mirip dua poin di atas, ialah hal yang predictable. Dari dahulu memang pasar itu dinamis, selalu bergerak dan tidak mudah diberhentikan. Dengan perubahan paradigma internet, dinamisnya market ini bertambah cepat. Daur hidup produk (bahkan produk offline) menjadi sungguh cepat. Proses standar : introduction-growth-mature-decline akan menjadi makin tidak terkendali. Posisi mature hanya mampu dikenali dikala produk dalam posisi ‘late mature’ dan hampir ‘decline’. Kecermatan CEO perusahaan mengamati proses ini menjadi kuncinya. Posisi tawar konvensional, contohnya : dikala posisi introduction mesti banyak melaksanakan publikasi dan advertising (alasannya tahap pengenalan produk) yang secara biasa akan memakan ongkos banyak, kini sudah tergantikan oleh social media yang justru berbiaya rendah dan sungguh tertarget. Percakapan antar pelanggan yaitu torehan Word of Mouth terdasyat sepanjang kurun. Publikasi bagaimana? Perubahan contoh konsumen menjadi online menciptakan perusahaan harus berilmu menciptakan review dan press-release untuk blog-blog beralexa rendah dan bertraffic tinggi. Proses distribusi dan pergeseran market ini, harus diajarkan di sekolah bisnis, biar wirausaha kita nanti tidak salah jalur dengan menggunakan contoh pemasaran konvensional yang boros biaya.



  • Lihat saja aneka macam jabatan baru di industri kini ini. Di dunia perhotelan muncul jabatan E-commerce Manager/ Director, di airlines dunia timbul jabatan Social Media Manager/ Director, di perusahaan lain muncul Social Media Content Specialist, Director of Social Media Marketing, Social Media & Marketing Copywriter, E-Marketing Content Manager dan lainnya-lain. Artinya, pekerjaan internet marketing sudah bukan lagi tanggung jawab Director of Sales atau Public Relation Manager. Saat ini, untuk CEO yang berani membuka mata, jabatan yang berafiliasi dengan internet marketing, diberikan posisi tinggi persis di bawah CEO. Hal tersebut sebab perusahaan jaman sekarang mulai menyadari betapa pentingnya komunikasi, interaksi dan conversation dengan end-user. Terutama apabila perusahaan tersebut selama ini mempergunakan kanal distribusi channeling, sehingga menciptakan mereka terhambat untuk bekerjasama langsung dengan end-user. Sadarkan sekolah bisnis akan hal ini? Tentu saja harus. Sekolah bisnis ini akan memunculkan CEO-CEO gres dimasa depan, dan CEO ini ialah CEO yang ‘blusukan’, walaupun ‘blusukan’ nya di internet. Digital blusukan.



  • Katanya, negara ini akan sejahtera bila mempunyai 2% saja orangnya yang entrepreneur. Nah, ingin mendorong banyak entrepreneur di Indonesia? Mulailah dengan berbisnis online. Selain mempunyai entry barrier yang rendah, buka usaha online memunculkan banyak peluang baru alasannya supply chain yang terjadi bukanlah direct. Bisa saja, usahawan online tersebut tidak memiliki produk. Beberapa teman-sobat aku di USA bahkan mengambil barang dari China, kemudian di-beri label dan di-rebranding, untuk dijual di online dan sangat sukses. Artinya, menjadi usahawan online tidaklah susah. Banyak yang mengeluhkan kapasitasnya yang tidak ada di bidang IT (jadi gak masuk ke online), namun pengalaman aku mengatakan bahwa argumentasi itu terlalu mengada-ada. Sekolah bisnis di Indonesia, yang tujuan mencetak entrepreneur, sebaiknya mengetahui bahwa internet adalah salah satu funnel dasyat untuk memulai.


Asalan-argumentasi ini sebaiknya mampu mumbuat sekolah bisnis di Indonesia mengajarkan pemasaran internet di sekolahnya. Internet akan mengajarkan banyak hal, tidak cuma mengenai selling atau membangun brand, namun juga akan membentuk etika, mental dan sikap CEO di era depan. Saya menyebutnya, CEO yang abnormal blusukan, digitally.



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama