Kemarin, saya menyaksikan status Facebook seorang sahabat yang ‘teriak’ alasannya adalah harga tiket di Traveloka yang dibanting rendah. Rupanya selama ini ia menekuni usaha travel agent. Usahanya tergerus alasannya adalah disrupsi Traveloka yang tidak mampu dikesampingkan.
Sebetulnya aku telah memperingatkan ini dari 4-5 tahun yang lalu. Terutama kalau sedang mengajar di kelas atau sedang ngobrol dengan teman-sahabat dari ASITA (Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia). Beberapa dari mereka mulai mengubah bisnis modelnya, beberapa dari mereka memilih bertahan dengan yang ada. Kebanyakan yang retensinya tinggi kemudian menyesal di lalu hari.
Pertanyaannya ialah : Apakah mungkin mengalahkan Traveloka?
Saya jawab saja, untuk saat ini rasanya startup unicorn itu tidak akan bisa dikalahkan oleh perusahaan yang berbasis travel agent konvensional. Harus oleh perusahaan yang sejenis, namun berbeda bisnis versi.
Traveloka yang gres bangkit tahun 2012, (bandingkan dengan travel agent konvensional yang umumnya sudah bangun bertahun-tahun dan dikontrol keluarga) tahun lalu masuk ke kategori StartUp Unicorn bareng dengan Tokopedia dan Gojek. Tahun ini, pada bulan Januari 2018 lalu, Bukalapak menyusul.
Gelar Unicorn diberikan terhadap StartUp yang memiliki valuasi (nilai dari perusahaan itu, bukan hanya pendanaan yang masuk) lebih dari $1 miliar.
Traveloka secara industri masuk ke klasifikasi Online Travel Agent (OTA) dan sungguh menguasai traffic lokal. Kalau anda bekerja di sales hotel pasti mengetahui betul bahwa segmen market yang datang dari OTA ini yakni setempat. Banyak hotel bintang 3 ke bawah yang secara umum dikuasai tamu-nya tiba dari Traveloka.
Kebanyakan hotel independent setempat, atau chain grup setempat. Yang menarik sekarang ini bahkan berapa hotel chain internasional telah mulai bergantung terhadap Traveloka. Rata-rata mereka menguasai traffic OTA sekitar 60% dari total segmen market itu di sebuah hotel.
Mari kita pahami dahulu usahanya. Secara biasa , Traveloka ialah makelar juga.
Do they own the products? No.
Kaprikornus, mereka ini sama persis dengan travel agent konvensional. Persentase komisi yang didapat juga hampir sama. Rata-rata berkisar antara 12%-17% per tamu hotel. Kalau tiket pesawat lebih sadis lagi. Komisi yang di dapat pedagang tiket hanya berkisar antara 2%-3,5% dari NTA (Nett to Agent). Memang masih tergantung dari maskapai mana, tetapi rata-rata segitu komisinya. Saya tidak tahu kalau tiket kereta api atau tiket konser berapa yang meraka dapat.
Tanda-tanda memudarnya bisnis travel konvensional telah terbaca dari tahun 2010. Ini beberapa diantaranya :
1. Walaupun secara bisnis mereka masuk ke kategori Online Travel Agent, namun alasannya memulai selaku startup teknologi, Traveloka sungguh fokus kepada teknologi yang dipakai. Salah satu foundernya, Ferry Unardi, lulusan computer science & engineering dari Purdue University walaupun dropout dari S2 di Harvard. Co-founder lainnya, Derianto Kusuma lulusan dari Stanford University yang pernah bekerja di LinkedIn, serta Albert Zhang yang juga lulusan dari Amrik.
Perusahaan ini digawangi dan dimulai oleh 3 orang anak tajir yang kuliah di Amerika dan sangat fokus di teknologi.
Pada ketika itu, di tahun 2012-2014, di Amerika telah berkembang bisnis yang serupa dengan penguasa pasarnya hanya 4 (empat perusahaan), yakni Expedia, Priceline, Orbitz dan Travelocity. Expedia (Yang hasilnya tahun 2017 menyuntik dana $350 juta ke Traveloka) menguasai dengan 40% market share, disusul Priceline (Yang tahun 2005 berbelanja Booking.Com dan digabungkan dengan Active Hotel, kemudian di tahun 2007 berbelanja Agoda diteruskan di 2012 membeli Kayak).
Kaprikornus, dikala ketiga foundernya memulai Traveloka, pengalaman mereka di Amerika sungguh mempengaruhi cara berpikir awal usahanya. Saya membayangkan move mulanya ialah dikala mereka di Indonesia dan ingin memesan tiket pesawat tapi tidak mudah dan sulit. Mereka coba cari di Expedia, Priceline atau yang lainnya tapi harganya gak keruan alasannya adalah bukan direct agent. Kemudian seluruhnya berawal dari obrolan permulaan : Hei bro, asik banget kalo di Indonesia mampu pesen tiket pesawat dari aplikasi nih. Duer!
Baca juga : Mengapa Hotel Selalu Kalah di Pertarungan Online Market Dengan OTA?
2. Yang terjadi di Indonesia pada saat itu, tahun 2012, AirAsia telah ‘memutus korelasi’ dengan travel agent. Mereka mendorong setiap pelanggannya untuk melaksanakan booking langsung tiketnya di websitenya. Waktu itu AirAsia menjadi sungguh booming alasannya taktik pemasaran mereka sangat berangasan dan senantiasa menambahkan harga yang sangat murah. Strategi ini kemudian diterapkan secara sama persis ke anak perusahaan mereka yang bergerak di bidang hotel : Tune Hotels. Saat itu, traffic ke travel agent konvensional mulai sungguh menurun. Gerakan booking sendiri ini lalu diikuti oleh Lion, Garuda dan banyak sekali maskapai yang lain. Travel agent ‘berteriak’ kencang!
3. Kenyataan yang paling menyakitkan yakni : tidak ada satupun travel agent setempat yang lalu bergerak menyesuaikan dengan keadaan jaman. Travel agent konvensional yang lazimnya dimiliki secara turun temurun, beberapa masih ada yang di generasi pertama dan beberapa sudah ada yang diatur oleh generasi kedua. Ada sih travel agent yang berupaya untuk menguasai supply chain, seperti Panorama Tours (yang menetapkan untuk membangun chain Hotel 101), namun tidak semua distributor perjalanan rekreasi itu memiliki kekuatan finansial dan sumber daya seperti Panorama.
Contoh tanda-tanda runtuhnya para ‘middleman’ ini begitu terperinci. Oleh karena itu, setiap disrupsi harus dikalkulasikan dengan reaksi yang berlainan. Panorama telah dengan sangat terang menambahkan line bisnis-nya lebih ke hulu dengan membangun jaringan hotel. Tetapi itu tidak menyurutkan kenyataan bahwa bisnis Online Travel Agent (OTA)-nya : Bookpanorama.com juga tidak berkembang dengan baik (baca : mati suri).
Situs booking online milik Panorama ini mengawali dengan strong dan bekerjasama dengan Booking.com. Iklan muncul dimana-mana tetapi rupanya nafasnya tidak panjang. Dugaan saya : OTA ini masih di-manage dengan teladan pikir travel agent konvensional, jadi namun saja tidak mampu bersaing dengan Traveloka (yang di-manage dengan pola pikir startup).
Pola pikir ini yang membuat Traveloka meningkat dengan segera. Daur hidup suatu startup memang sungguh bergantung pada ‘growth’, terhadap users dan installers, dan bukan kepada profit/revenue. Sampai dengan ketika ini masih tidak ada keterangan berapa profit yang dihasilkan oleh Traveloka. Yang ada yakni berapa pendanaan yang sudah mereka terima.
Kalau anda yaitu pebisnis dengan teladan pikir old, you will never understand. Bagaimana mungkin dana diterima banyak, tapi tidak ada satu orangpun yang menuntut profit?
Sudahlah, tidak akan kuat, supaya mereka saja 🙂
Nah, namun setidaknya ada beberapa hal yang membuat Traveloka dan beberapa OTA yang lain menjadi melonjak dan menghantam telak travel agent konvensional.
1. Funneling yang sungguh user friendly. Setidaknya, untuk anda yang telah memiliki aplikasi Traveloka, Agoda, PegiPegi atau OTA lainnya, hanya memerlukan 4-6 tap (klik) saja untuk memesan kamar di hotel yang anda pilih. Lebih rincian lagi, Agoda cuma 4 klik, sedangkan Traveloka 6 klik. Selain itu, setelah pemesanan pertama, data anda akan disimpan dan mampu dipergunakan untuk pemesanan berikutnya. Sangat mudah dan menggembirakan.
2. Refund policy untuk tiket pesawat. Ini saya sungguh suka. Saya tidak perlu berhadapan dengan customer service yang lama dan mampu mengkonsumsi waktu ber jam-jam. Refund di Traveloka berjalan sungguh cepat, tidak bertele-tele dan bahkan tidak membutuhkan birokrasi berbelit. Semua dijalankan di aplikasi.
Terakhir kali saya berbelanja tiket ke Bandung dari Jogja dan tidak jadi digunakan. Proses refund-nya berjalan mulus dan tanpa kendala walaupun aku mesti diiris 50% dari harga tiket. Saya toh mengetahui itu kepingan yaitu kebijakan dari pihak maskapai yang tidak mampu dikesampingkan. Saya bahkan tidak mesti menerangkan apa-apa ke siapa-siapa. Pengalaman aku, refund policy ini tidak berlaku di semua bookingan hotel. Hanya di tiket pesawat saja.
3. Dahulu OTA masih kesulitan penetrasi alasannya adalah belum memiliki layanan reservasi satu hari (layanan booking kamar untuk hari yang serupa pada saat memesan). Kaprikornus ketika anda memesan, masih ada saja kemungkinan voucher belum terkirim dari OTA ke hotel. Tetapi kini ini sudah teratasi dengan baik. Untuk memesan kamar nanti malam anda bisa booking di aplikasi pada jam yang sama. Ini tidak mampu terjadi di travel agent konvensional dalam mengeluarkan voucher hotel.
4. OTA jaman now berani menggunakan tata cara ijon. Ini sudah kayak bermain komoditi saja. Traveloka dengan mempergunakan lemahnya cash flow hotel (lazimnya hotel bintang 3 ke bawah, dan independen hotel) memperlihatkan tata cara Floating. Mereka memberikan deposit, contohnya 750 juta, yang dibayar di depan dengan Cut Off Date 0. Sistem yang sama telah lama diterapkan di industri penerbangan, travel agent harus menawarkan deposit biar mampu mereservasi dan meng-issued setiap tiket yang dibeli pelanggannya.
Yang nomer 4 ini yakni titik kemenangan bagi Traveloka yang memiliki dana luar biasa besar. Hubungkan dengan paragraf di atasnya yang tidak ada permintaan untuk profit bagi Traveloka. Bukan kah ini menjadi hal yang membuatpening kepala? Bagaimana mampu mengalahkan mereka? Apa yang harus dikerjakan?
Selain dana, apa sebenarnya keunggulan bersaing yang dipunyai Traveloka? Hanya satu : TRAFFIC!
Setelah menjamurnya OTA lokal, banyak travel agent konvensional yang bergegas membangun situs web dan bahkan ada yang menciptakan aplikasi. Beberapa payment gateway lokal juga banyak yang menunjukkan tunjangan untuk mengembangkan situs web dan aplikasi. Mereka pikir dengan mempunyai website pelanggannya akan balik lagi.
Ternyata tidak semudah itu. Website yang dibangun kemudian berkesan asal-asalan dengan kualitas webqual yang amburadul. Pemilik bahkan tidak paham ihwal statistik pengunjung web, tidak paham penjualan online dan gagal memahami tentang bagaimana drive traffic ke websitenya. Ujungnya telah terlihat jelas : domain kelupaan diperpanjang dan mati.
Jadi kesimpulannya, jikalau anda mempunyai travel agent konvensional dan merasa tergerus oleh Traveloka, segera anda harus merubah model bisnis yang selama ini dijalankan.
Anda tidak akan bisa menang bersaing dengan Traveloka. Sekali lagi, anda tidak akan menang musuh Traveloka.
Kalau anda dagangtiket pesawat, harga yang anda dapat dari metode, belum pasti mengalahkan harga yang disediakan Traveloka kepada market FIT-nya (Free Individual Traveller). Sudah menjadi insiden yang sungguh sering, Traveloka memangkas komisinya menjadi sangat tipis, bahkan menjadi nol atau bahkan minus pada ketika berjalan promo. Bertarung di medan perang yang Traveloka punya, sama saja dengan bunuh diri.
Ingat sekali lagi, mereka tidak ada keharusan (atau belum ada) untuk mendapatkan profit. Apa yang terus menerus mereka cari? Traffic. Baik dari Daily Active Users (DAU) maupun dari Monthly Active Users (MAU), lalu Big Data perihal pola perjalanan pasarnya.
Saya berkeyakinan sarat , Traveloka memiliki data yang lebih valid tentang pergerakan turis domestik, ketimbang Kementrian Pariwisata yang ketika ini memerlukan banyak data untuk membuat keputusannya.
Kaprikornus apa yang mesti dikerjakan bila saat ini anda sedang mengelola travel agent konvensional? Ini yakni beberapa nasehat yang akan menyelamatkan anda dari disrupsi teknologi perjalanan.
1. Segera ubah model usahanya. Kalau anda masih mengandalkan tiket pesawat dan bookingan hotel, secepatnya mungkin switch pasar anda ke korporat atau pemerintahan. Pasar jenis ini masih memerlukan travel agent konvensional dikarenakan metode pembayaran yang bisa mundur. Kalau anda di kawasan, bidiklah kantor-kantor pemerintahan, sekolah-sekolah untuk studi tour atau kantor DPRD atau kantor perwakilan Bank yang ada di kota anda.
Tawarkan sistem pembayaran bulanan atau mingguan yang lebih fleksibel. Biasanya hal ini akan diterima dengan baik di kantor pemerintahan dikarenakan sistem keuangan negara yang me-reimbursh biaya perjalanan pejabatnya, sehingga Due Date untuk pembayaran menjadi sangat penting. Setelah anda masuk dengan tiket dan voucher hotel, tawarkan tour untuk karyawannya. Bisa lewat koperasi atau asosiasi serikat kerja yang ada didalamnya.
Update 20/01/2020: Traveloka kini sudah merambah ke pasar korporasi dengan memberikan harga khusus untuk korporat yang telah melakukan pekerjaan sama. Baca: Traveloka Corporates.
2. Beruntunglah anda yang selama ini berada di bisnis Haji Plus dan Umroh. Bisnis ini hampir tidak terganggu dengan membesarnya Traveloka. Segera switch bisnis anda menjadi penyedia layanan haji dan Umroh, ini juga bisa menyelamatkan bisnis travel agent anda.
3. Menyarankan terhadap anda untuk fokus di paket rekreasi mirip menggarami air laut. Pasti hal ini sudah dikerjakan. Tetapi jenis paket wisata seperti apa yang banyak dicari? Selain paket rekreasi tur ke beberapa daerah yang mainstream, mulailah buat paket wisata yang non-mainstream. Sudah banyak obyek rekreasi gres yang bermunculkan dikarenakan sosial media yang memberitakan demikian cepat. Cari dan buat paketnya. Saat ini bahkan ada sekelompok anak muda yang sedang membuat paket wisata Dilan 1990. Napak tilas perjalanan Dilan.
Update 20/01/2020: Yang menggarap pasar ini ternyata bukan Traveloka, tetapi Tokopedia. Ulasan lengkap disini : Tokopedia Umroh.
4. Buat Open Trip. Ini sedang ngetren. Banyak perusahaan perjalanan kagetan, biasanya bentukan selebgram atau selebtwit yang memberikan Open Trip dengan biaya yang terjangkau. Golongan milenials ketika ini mempunyai banyak duit. Millenials yang baru saja bekerja memiliki uang terbatas tetapi harapan jalan-jalan yang menggelora. Mereka tidak mau bepergian dengan kakek-kakek atau nenek-nenek atau orang-orang tua seperti di paket wisata mainstream, tetapi mereka ingin pergi dengan sahabat sebaya semoga biasa menyebarkan cerita sepanjang jalan.
Open Trip memburu Aurora di Islandia atau treking di Nepal ialah salah dua yang paling banyak dicari. Kalau anda travel agent konvensional, ajaklah selebgram/selebtwit dalam perjalanan. Millenials suka mengenal idolanya secara eksklusif dan berinteraksi tatap tampang.
5. Kalau anda masih memiliki capital, keluarlah dari bisnis tiket dan voucher hotel. Selain fokuskan ke paket wisata, juga pecah divisi bisnis travel anda menjadi lebih kecil (namun banyak). Misalnya, berubahlah menjadi perusahaan pemasoklayanan transportasi (motor, kendaraan beroda empat, elf atau bahkan bis) atau jika perlu belilah lahan dan ubahlah menjadi bisnis hotel (seperti yang dijalankan Panorama). Kuasai supply chain di bisnis ini dengan gagah berani.
Kalau setelah klarifikasi ini anda masih berusaha untuk mengejar Traveloka, selamat berpeluh-peluh ria. Kecuali anda memiliki duit yang berbagai atau jaringan yang luas sekali.
Sekali lagi aku tuliskan disini, Traveloka tidak akan terganggu oleh bisnis anda, tetapi mereka akan terganggu oleh invisible competitor yang mulai merangsek masuk : AirBnB.
Update 20/01/2020: Selain Airbnb, ada kompetitor lain yang juga merangsek masuk, ialah jaringan hotel OYO. Ketika postingan ini saya update, OYO yang berasal dari India ini telah menjadi perusahaan Decacorn. Pada bulan Oktober 2019, OYO juga meluncurkan layanan bisnis residensial indekos: OYO LIFE.
Aha!
Sumber mesti di isi