Masih Pakai Ctr Untuk Alat Ukur Campaign Online? Pikir Lagi Deh

Buat penggila PPC, sosial media ataupun search engine, CTR (Click Through Rate) yakni alat ukur pujian. Ibarat main bola, CTR ialah indikasi banyaknya assist yang diberikan kepada striker. Masalah jadi gol atau tidak, ya itu 1% alasannya adalah skill strikernya dan 99% alasannya adalah campur tangan Tuhan. Harusnya, dengan CTR tinggi, bermakna kemungkinan konversi lebih banyak.


Ini yang membuat saya terus mempertanyakan, apakah CTR masih menjadi alat yang valid untuk campaign yang kita lakukan. Maaf, pertanyaan mustinya bukan begitu, tetapi lebih tepatnya begini : apakah CTR bisa dijadikan satu-satunya alat ukur untuk keberhasilan sebuah campaign?


campaign photo


Faktanya yaitu, hanya CTR yang mampu menurunkan bid kalau kita memutuskan untuk menggunakan RTB (Real Time Bidding) platform dari aneka macam ads network yang ada. Kalau anda penggemar Facebook Ads pastinya sungguh mengetahui betul bagaimana tingginya CTR bisa sungguh dramatically menurunkan CPC (Cost per Click) atau CPM (Cost per Impression). Model baru Optimized CPM yang ditawarkan Facebook bahkan menjadi revolusioner alasannya adalah mampu menciptakan CTR meroket tinggi.


Sejak tahun 2009, pada ketika Gian Fulgoni, chairman ComScore, mengatakan di iMedia Brand Summit, sudah diutarakan betapa meragukannya ‘klik’ digunakan selaku ukuran kinerja sebuah campaign. Setahun sebelumnya, Tacoda, Starcom dan comScore menerbitkan sebuah riset yang berjudul : Natural Born Clickers, plesetan dari judul film yang disutradarai oleh Oliver Stone : Natural Born Killers. Dalam laporannya, disebutkan bahwa menurut ‘klik’ – dari 80% klik yang terjadi, ternyata dijalankan oleh 16% orang yang ada. Saya percaya teman-sahabat pernah mendengar atau bahkan berurusan dengan scrypt ‘clickjacking’, dimana auto klik banyak dikerjakan.


Terus terang, saya masih menggunakan CTR. Ini yaitu indikasi pertama perihal awareness campaign yang aku buat. Optimasi split test diawal selalu aku mulai dengan indikator CTR. Tetapi itu hanya diawal. Kekuatan yang bergotong-royong campaign kita ada di puncak piramida metrics digital : CAC — Cost to Acquire a Customer.



  • CAC — Cost to Acquire a Customer

  • ROI — Return On Investment

  • CVR — Conversion Rate

  • CPL — Cost-Per-Lead

  • CTR — Click-Through Rate

  • CPC — Cost-Per-Click


Nah, digital metrics measurement (dikeluarkan oleh Interactive Inc) di samping terang-terang menempatkan CPC dan CTR di barisan front liner. Ukuran trafficnya memang di CPC dan CTR, namun keduanya tidak memberikan apa-apa kecuali anda mempunyai dua hal : (1) offer (dagangan) yang mempesona dan (2) trafficnya memang bermutu. Sayangnya, kedua hal tersebut tidak senantiasa berlangsung beriringan. Terkadang offernya anggun, namun trafficnya buruk atau kebalikannya.


CPC dan CTR akan selalu ada, namun CVR jauh lebih baik. Ini kita bicara mengenai Conversion rate. Dari semua klik/leads yang masuk, berapa banyak yang menciptakan konversi sales. Kalau CTR nya tinggi, CVR akan kian rendah. Rasionalnya, karena leads banyak masuk, tapi tidak semua menciptakan sales. Berarti leads yang masuk – umumnya disebut selaku Marketing-Qualified Leads (MQLs) – tidak memiliki kemampuan menjadi Sales-Qualified Leads (SQLs) – artinya leads yang masuk mutu yang rendah. Makara, kian tinggi CVR, akan menurunkan CPL (Cost per Leads), dan akan menaikkan ROI.


Untuk pemasaran internet perorangan, utamanya affiliates, ukuran kinerja campaign akan terhendi di ROI (Return on Investment). Berapa banyak dana yang kita keluarkan untuk memulai campaign dan berapa yang balik ke kantong kita. Selebihnya barangkali kita mampu mengindikasikan profit. Untuk campaign jangka panjang, ROI nya juga harus panjang. Biasanya di permulaan tidak akan ada profit yang signifikan, tetapi sesudahnya gres panen.


Perusahaan, yang mengawali menjangkau digital, tidak boleh terhenti di ROI. Sebaiknya diteruskan ke CAC — Cost to Acquire a Customer. Karena perusahaan senantiasa menginginkan profit jangka panjang. Dimulainya dari CAC ini, kemampuannya untuk mengakuisisi konsumen. Bingung? Diskusi yuk di kolom komentar atau colek saya di twitter @WRahMada.



Sumber mesti di isi

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama